Selasa, 25 Oktober 2022

Menyinggung Hak Pendidikan Inklusi Bagi Anak Disabilitas

 

Dulu, Indonesia punya semacam program wajib belajar 9 tahun. Itu artinya, anak Indonesia harus bisa sekolah sampai dengan jenjang SMP. Ngga boleh ada anak yang ngga sekolah. Namun, pada kenyataan di lapangan, masih banyak banget anak yang ngga bisa mengakses pendidikan. Alasan terbesarnya adalah masalah biaya. Miris sih. Padahal, pemerintah sudah mengratiskan biaya sekolah bagi sekolah-sekolah negeri. Jadi, kalau ada anak yang ngga sekolah gara-gara biaya, harusnya pemerintah ikut bertanggungjawab. 

Bagaimana Indonesia bisa menghadapi bonus demografi, jika generasi mudanya tidak mumpuni? Harusnya, Indonesia akan jauh lebih berkembang dengan hadirnya generasi-generasi yang cerdas. 

Akses pendidikan pun harusnya bisa nikmati semua anak. Termasuk anak dengan disabilitas. Pekan lalu, saya mendengarkan talkshow bersama KBR yang temanya tentang Hak Pendidikan Bagi Anak dengan Disabilitas dan Kutsa. Narasumber yang hadir diantaranya : 

  • Frans Patut, S.Pd selaku Kepala Sekolah SDN Rangga Watu Manggarai Barat 
  • Anselmus Gabies Kartono dari Yayasan Kita Juga (Sankita) 
  • Ignas Carly, Siswa Disabilitas SDN Rangga Watu Manggarai Barat 
Dari data yang dihimpun oleh WHO tahun 2020, Indonesia masih menjadi penyumbang kasus baru kusta nomor 3 terbesar di dunia, dengan jumlah kasus berkisar 8% dari kasus dunia. Masih banyak kantong-kantong kusta yang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia. Ada sebanyak 9.061 kasus baru kusta ditemukan di Indonesia, termasuk kusta pada anak. Per 13 Januari 2021, kasus kusta pada anak mencapai 9,14%. Angka ini belum mencapai target yang ditetapkan pemerintah yaitu di bawah 5%. 

Ngga jauh beda dengan kusta yang dialami oleh orang dewasa. Penderita kusta anak pun masih terjebak dalam diskriminasi. Malah, kusta pada anak itu punya hambatan yang bisa dibilang cukup besar juga. Banyak yang mengalami kekerasan dan perlakukan yang salah dan tidak adil. Ini terjadi baik di lingkungan sosial maupun lingkungan pendidikan. Tidak sedikit yang mengalami diskriminasi hingga terhambat dalam mendapatkan akses pendidikan yang layak. 

Masalah ini memang jadi PR pemerintah. Harus ada aturan atau kebijakan yang ditetapkan, agar anak dengan disabilitas dan kusta bisa mendapatkan pengasuhan dan pendidikan yang layak. Memastikan tumbuh kembang mereka agar berjalan optimal, memiliki masa depan yang baik, dan tidak ada lagi mendapatkan perlakuan yang berbeda dari anak normal lainnya. 

Pendidikan Inkulsi Bagi Anak Disabilitas dan Kusta 


SDN Rangga Wati Manggarai Barat, menjadi sekolah negeri inklusi yang menerima anak dengan disabilitas, termasuk kusta. Menurut Frans Patut, yang menjadi dasar sekolah ini menerima anak disabilitas adalah UUD 1945 Pasal 31 ayat 1, yang  menyatakan setiap warga negera berhak mendapat pendidikan. 

Manggarai Barat termasuk wilayah dengan jumlah anak disabilitas cukup banyak. Tapi, sekolah yang tersedia dan mau menerima anak disabilitas tidak cukup. Keterbatasan akses ke sekolah luar biasa juga sangat jauh dari lokasi tinggal anak-anak disabilitas. Ini yang menjadikan SDN Rangga Watu menyelenggarakan pendidikan inklusi bekerjasama dengan Yayasan Kita Juga (Sankita). 
Sankita, merupakan organisasi yang bergerak di bidang pemberdayaan disabilitas. Berdiri sejak tahun 2007, tapi menjadi yayasan sejak 2017. 
Sejak tahun 2017, SDN Rangga Watu sudah menerima SK Sekolah Inkulsi. Kini, Ada sekitar 7 anak disabilitas yang sedang bersekolah di SDN Rangga Watu. Ignas Carly, salah satu anak disabilitas yang juga siswa kelas 5 SDN Rangga Watu. Menurutnya, ada saja perlakukan tidak enak yang diterima selama sekolah. Namun hebatnya, dia tidak begitu menanggapi dan terus semangat untuk sekolah. 

Anselmus mengatakan hal yang mendasari Sankita akhirnya bekerjasama dengan SDN Rangga Watu adalah kenyataan bahwa masih banyak anak yang tidak sekolah. Ada yang putus sekolah, ada yang tidak ingin sekolah, dan ada juga yang memang tidak didaftarkan sekolah oleh orangtuanya. Padahal kita tahu, betapa pentingnya pendidikan bagi anak. 

Banyak juga kendala yang dihadapi terkait sarana dan sumber daya manusia. Minimnya tenaga pengajar juga jadi faktor penting yang jadi hambatan. Dengan jumlah siswa yang tidak sebanding dengan tenaga pengajar, menjadikan penyelenggaraan pendidikan masih belum optimal. Tenaga pengajar khusus yang memiliki kemampuan dalam menangani anak disabilitas pun masih sangat sedikit. 

Hadirnya Sankita sangat disyukuri karena Sankita menjadi sarana untuk memberikan edukasi bagi para guru dalam menangani anak disabilitas. Sankita mengadakan pelatihan seperti asessmen atau mengindentifikasi anak disabilitas, bagaimana menganganinya, dan strategi belajar yang tepat bagi anak disabilitas sesuai dengan kekurangannya. 

Sankita juga rutin memberikan motivasi untuk para orangtua, terutama orangtua dengan anak disabilitas. Motivasi yang diberikan agar orangtua mau menyekolahkan anaknya. Karena, anak punya hak buat mendapatkan pendidikan. Sosialiasi tentang disabilitas juga sering dilakukan oleh Sankita dari desa ke desa. Banyak diskusi yang dilakukan agar masyarakat makin terbuka bahwa disabilitas memiliki hak yang sama, terutama dalam hal pendidikan. 

Penyelenggaraan pendidikan inklusi yang dilakukan SDN Rangga Watu memang tidak mudah. Tapi banyak dukungan yang didapat, terutama dari walimurid. Ketika mengetahui kalau sekolah ini ada anak disabailitas, walimurid yang anaknya normal tidak melakukan penolakan atau protes. 

Ignas Carly, anak disabilitas yang sekolah di SDN Rangga Watu juga merasakan senang sekolah di sekolah inklusi ini. Dia merasa bisa diterima, diperhatikan, dan merasa disayangi oleh para pengajar dan teman-temannya. 

Pendidikan, Hak Semua Anak 


Tidak hanya anak normal, anak disabilitas juga punya hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan. Anak dengan diasbilitas bisa mendapatkan pendidikan inklusi, agar tidak tertinggal dari anak lainnya.  Pemerintah harus menyediakan fasilitas yang mendukung penyelenggaraan pendidikan, terutama bagi disabilitas. Memberikan edukasi dan menyelenggarakan pelatihan bagi tenaga pengajar agar siap turun ke lapangan untuk mengajar anak disabilitas. 

Bagi para orangtua, jangan pernah membatasi pendidikan anak. Karena anak disabilitas punya hak untuk mendapatkan pendidikan. Daftarkan anak disabilitas yang dimiliki untuk bisa sekolah. Jangan berkecil hati jika anak lambat dalam menerima pelajaran, karena itu lebih baik daripada tidak sekolah sama sekali. 

Yuk, saling dukung agar semua anak-anak Indonesia bisa mendapatkan pendidikan yang layak. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...